Disclaimer : Saya seorang pecinta K-Pop, dan tidak ada maksud untuk menjatuhkan, hanya sebagai wacana yang perlu untuk dibaca
K-Pop atau yang bisa kita sebut Korean Pop adalah sebuah tren yang sekarang sedang demam di Indonesia, tetapi apakah anda tahu apabila masyarakat Korea itu memberi respek sebaliknya kepada kita?
Dalam video tersebut, anda bisa melihat bahwa rasisme di negara tersebut terlihat jelas. Di negara tersebut, pendatang asal orang amerika / dan berkulit putih di mata mereka itu hormat. Sebaliknya, mereka melihat orang-orang asia tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan negara-negara lainnya tidak menghargai dan mengganggap kita "kotor"
Ini bukan opini asal sebut, mungkin bisa saya sisipkan artikel dari Wikipedia :
================================================
Racism in South Korea stems from the common belief that Koreans are a "pure blood" that have been homogenous throughout history.
Rasisme di Korea Selatan berasal dari kepercayaan umum bahwa Korea adalah "darah murni" yang telah turun temurun sepanjang sejarah. [1]
The United Nations Committee on the Elimination of Racial Discrimination
was “concerned that the emphasis placed on the ethnic homogeneity of
Korea might represent an obstacle to the promotion of understanding,
tolerance and friendship among the different ethnic and national groups
living on its territory.” [2]
In ethnically homogenous South Korea, such mixed-race offspring are
generally viewed with contempt. Biracial men were banned from serving in
the South Korean military until January 2011.[3]
A 2009 poll revealed that 47% of Korean children were uncertain or
negative on the subject of whether they could make friends with a
biracial child.[4] Ethnic prejudice is thought to be widespread throughout the Korean education system.[5][6]
Para PBB Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial
"khawatir bahwa penekanan ditempatkan pada homogenitas etnis Korea
mungkin merupakan hambatan untuk mempromosikan pengertian, toleransi dan
persahabatan antara kelompok etnis dan nasional yang berbeda hidup di
wilayahnya." [ 2]
Dalam etnis Korea Selatan homogen, seperti keturunan ras campuran umumnya dilihat dengan penghinaan. Biracial pria dilarang melayani di militer Korea Selatan sampai Januari 2011. [3]
Sebuah jajak pendapat 2009 mengungkapkan bahwa 47% anak-anak Korea
tidak pasti atau negatif pada subjek apakah mereka bisa berteman dengan
seorang anak biracial. [4] Etnis prasangka dianggap luas di seluruh sistem pendidikan Korea. [5] [6]
Bonojit Hussein case
In July 2009, Bonojit Hussein, an Indian national who was working as a
research professor at Sungkonghoe University, was called "Dirty" and
"Pitch-black foreigner" by (first name withheld) Park while riding on a
bus. Park also questioned Hussein's companion, a South Korean woman,
whether "she was a real Korean woman" and "how it felt going out with
pitch-black foreigner?" Hussein then reported Park to local police. A
police officer who arrived on the scene told Hussein that "there's no
racial discrimination in Korea". The policeman also said to Park, "Why
did you, a good-looking man dressed in a suit, treated a man who's
having a hard life here?" in presence of Hussein. In police station,
while policemen talked to Park in formal Korean, Hussein was spoken to
in informal Korean. Policemen questioned Hussein, "How can a man born in
1982 become a research professor? Really, what is that you do?[7]
After this story was reported on national media, National Human Rights
Association gave a warning to the policeman then recommended that the
policemen have human rights education. The case of Hussein was a
landmark case as it was the first time the National Human Rights
Association ordered 'Recommendation Measure' for a racial discrimination
case and led to prosecution for a racial comment for the first time as
well.[8]
Pada bulan Juli 2009, Bonojit Hussein, seorang warganegara India yang bekerja sebagai profesor riset di Universitas Sungkonghoe, disebut "Kotor" dan "Pitch-hitam asing" oleh (nama dirahasiakan) Taman saat naik di dalam bis. Park juga mempertanyakan pendamping Hussein, seorang wanita Korea Selatan, apakah "dia seorang wanita Korea nyata" dan "bagaimana rasanya pacaran dengan gelap asing?" Hussein kemudian dilaporkan Park untuk polisi setempat. Seorang petugas polisi yang tiba di tempat kejadian mengatakan kepada Hussein bahwa "tidak ada diskriminasi rasial di Korea". Polisi itu juga mengatakan Park, "Mengapa Anda, seorang pria tampan mengenakan setelan jas, merawat seorang pria yang memiliki kehidupan keras di sini?" di hadapan Hussein. Di kantor polisi, sementara polisi berbicara dengan Park di Korea formal, Hussein berbicara dalam bahasa Korea informal. Polisi mempertanyakan Hussein, "Bagaimana bisa seorang pria kelahiran pada 1982 menjadi profesor riset? Sungguh, apa yang Anda lakukan? [7] Setelah cerita ini dilaporkan pada media nasional, Asosiasi Nasional Hak Asasi Manusia memberi peringatan kepada polisi itu kemudian direkomendasikan bahwa polisi memiliki pendidikan hak asasi manusia. Kasus Hussein kasus tengara seperti yang pertama kalinya Nasional Hak Asasi Manusia Asosiasi memerintahkan 'Ukur Rekomendasi' untuk kasus diskriminasi rasial dan menyebabkan penuntutan atas komentar rasial untuk pertama kalinya serta . [8]
Xenophobia discrimination
Bath House Case
On October 2011, Soojin Goo, a naturalized South Korean citizen formerly from Uzbekistan was denied entry to a public bath house in Busan, South Korea for being a "foreigner" despite showing her South Korean passport and resident registration card. According to the bath house, the denial was based on "Regular patrons' fear of contracting AIDS".
After being denied entry, Goo sought help from local police. However,
Goo was told to seek other baths houses since there are no legal basis
for prosecuting ethnic discrimination in South Korean law.[9]
After this story caught the national attention in South Korea, many
other cases of ethnic discrimination were reported. Yula Jahng, a
naturalized South Korean citizen originally from Philippine, told a reporter from Munhwa Broadcasting Corporation that "Department store associates see our color of face and think that we are poor and tell us to get out no matter what."[10]
Pada Oktober 2011, Soojin Goo, seorang warga negara Korea Selatan naturalisasi sebelumnya dari Uzbekistan ditolak masuk ke sebuah rumah pemandian umum di Busan, Korea Selatan untuk menjadi "orang asing", meskipun menunjukkan padanya paspor Korea Selatan dan kartu penduduk pendaftaran . Menurut rumah mandi, penolakan itu didasarkan pada "rasa takut pelanggan Reguler 'tertular AIDS ". Setelah ditolak masuk, Goo meminta bantuan dari polisi setempat. Namun, Goo diberitahu untuk mencari rumah-rumah lain mandi karena tidak ada dasar hukum untuk menuntut diskriminasi etnis dalam hukum Korea Selatan. [9] Setelah cerita ini menarik perhatian nasional di Korea Selatan, kasus lain dari diskriminasi etnis yang dilaporkan. Yula Jahng, seorang warga negara Korea Selatan naturalisasi berasal dari Filipina , mengatakan kepada seorang reporter dari Munhwa Broadcasting Corporation bahwa "Department store rekan kami melihat warna wajah dan berpikir bahwa kita miskin dan menyuruh kami keluar apa pun." [10]
Xenophobia in the media
A hate group
called Anti-English Spectrum has been widely consulted by Korean
newspapers about an alleged spree of foreign crime, which is mostly
fabricated.[11] In 2008, Seoul.com
issued a press release referring to foreigners as "poisonous mushrooms"
and "viruses". In their official apology, the website stated that "our
English is much better than [the critics'] Korean" and that "they must
learn the Korean culture of statics".[12] In 2009, the Chosun Ilbo,
one of Korea's largest newspapers, ran a week-long series of articles
alleging foreigners were entering Korea deceptively to ensnare Korean
women.
Sebuah kelompok yang benci disebut Anti-Inggris Spectrum telah banyak berkonsultasi dengan surat kabar Korea tentang kesenangan dugaan kejahatan asing, yang sebagian besar dibuat. [11] Pada tahun 2008, Seoul.com mengeluarkan siaran pers mengacu pada orang asing sebagai "jamur beracun" dan "virus". Dalam permintaan maaf resmi mereka, situs web menyatakan bahwa "bahasa Inggris kami jauh lebih baik daripada ['para kritikus] Korea" dan bahwa "mereka harus mempelajari budaya Korea statika". [12] Pada tahun 2009, Chosun Ilbo , salah satu terbesar Korea surat kabar, berlari serangkaian selama seminggu artikel menuduh asing memasuki Korea menipu untuk menjerat wanita Korea.
===================================
Mungkin anda bisa menyipulkan dari video dan artikel yang saya sisipkan barusan. Semoga dapat berguna bagi anda. Terima kasih dan saya minta maaf apabila saya terkesan menjatuhkan, saya hanya ingin berbagi info dan tidak ada niat sama sekali untuk menjatuhkan, karena saya pun menyukai korea dan k-pop
Update:
Pengalaman dari seorang masyarakat Indonesia di Korea
Tidak semua orang membenci orang asia tenggara
Beberapa isu terakhir di dalam grup milis mahasiswa indonesia di Korea membahas bagaimana orang korea memperlakukan orang asing di negara mereka. Cerita lawas mengenai topik ini sudah banyak saya dengar. Cerita yang mungkin menjadi versi cerita tertua bagi saya adalah berkenaan dengan perbedaan perlakuan yang orang korea berikan kepada orang Asia dan orang non Asia seperti Eropa dan USA. Adalah menjadi rahasia umum jika bangsa Korea, terutama Korea selatan memiliki ikatan emosional yang kuat dengan Amerika (bahasa halus untuk menamakan mereka sebagai negara satu gank). Saat perang saudara di semenanjung Korea berkecamuk, korea selatan mendapat banyak pertolongan dari Amerika dalam menghadapi Korea Utara. Orang Korea sendiri menyadari bahwa kemenangan dan keberhasilan mereka dalam membangun negara hingga menjadi sehebat sekarang tak terlepas dari peran besar bangsa Amerika. Konsekuesi logisnya, Orang Korea memberikan rasa hormat yang tinggi kepada orang Amerika dan ras sejenisnya. Sedangkan untuk orang Asia sendiri, Korea merasa diri sebagai bangsa paling baik di Asia tak terkecuali dibandingkan China dan Jepang.
Suasana ikatan emosional bangsa Korea terhadap beberapa bangsa Asia boleh dikatakan cukup renggang. Sampai hari ini Korea masih terlibat sebuah perseteruan dingin dengan Jepang terkait isu perebutan sebuah pulau bernama pulau Dok Do. Isu penggunaan nama KORYO/ GORYEO (nama kerajaan yang diakui China sebagai salah satu nama kerajaan di bawah kekuasan Kerajaan China di masa Lalu) merupakan isu perang dingin dan harga diri lain antara Korea dan China. Dalam materi edukasi sejarahnya, Korea tak henti-henti mempropagandakan pelurusan distrosi kedua materi sejarah bangsanya tersebut kepada generasi muda mereka dalam berbagai momen kesempatan dan media. Di sisi lain, kita ketahui bersama, dua negara seperti Jepang dan China termasuk dalam jajaran nama negara penting dan maju di Asia. Terhadap dua negara terbaik Asia saja mereka (Korea) memandang bangsa mereka sebagai bangsa yang lebih baik, lalu bagaimana perlakuan bangsa korea terhadao bangsa-bangsa Asia lain selain kedua negara yang saya sebutkan tadi?. jawabannya sudah sangat jelas: akan lebih tidak dipandang sebagai ras yang patut dihargai lebih dari pengharagaan mereka kepada negara mereka sendiri. demikian kesimpulan logis dari banyak cerita yang saya peroleh selama beberapa tahun lalu di masa permulaan saya mengenal Korea.
***
bagaimana dengan pengalaman saya?.
langit di atas terminal bus Cheonan mulai
gelap. Lalu lalang arus manusia seakan tak peduli dengan perubahan yang
ditenggarai oleh perputaran bumi pada porosnya terhadap matahari
tersebut. Semua manusia berambisi dengan kegiatan yang ada di dalam
benak mereka masing-masing. Tak terkecuali saya yang juga memburu waktu
berharap agar segera sampai di Itaewon, Seoul, sebelum pukul 8 malam.
Hari itu adalah hari pertama saya melakukan perjalanan seorang diri
dari Cheonan ke Seoul dengan mengunakan moda transportasi bus. Karena
sepanjang hari saya sibuk dengan urusan lab maka saya lupa bertanya ini
itu seputar bagaimana melakukan perjalan paling mudah menggunakan bus
dari Cheonan ke Seoul kepada teman di lab. Jika pun memiliki waktu. Saya
tak yakin akan bertanya soal ini kepada mereka. Saya adalah pendatang
baru di lab. Hanya akan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak saja jika
mereka tahu saya ingin melakukan perjalanan sejauh itu seorang diri,
padahal belum genap seminggu usia tinggal saya di Korea. maka saat itu
saya memilih melakukan perjalan Cheonan-Seoul dengan tak mengizinkan
satu orang pun mengetahui apa yang akan saya lakukan.
Saya menemukan diri sedang kebingungan di
tengah-tengah arus manusia di sebuah tempat yang dikemudian hari saya
ketahui bernama terminal bus express kota Cheonan. bermodal sedikit
pengetahuan dari beberapa orang senior indonesia yang berdomisili di
Seoul, cara termudah yang harus saya tempuh untuk menuju Itaewon dari
Cheonan adalah mencari bus yang memiliki jurusan akhir di terminal bus
express Seoul. Dengan menggunakan selembar kerta berisi peta metro
(subway) seoul, saya beranikan diri bertanya kepada seorang gadis muda
korea, apa dan dimana gerangan tempat penjualan tiket bus agar saya bisa
menuju sebuah titik di jalur sub way berwarna oranye yang bertuliskan
“Bus Express Terminal”. Sukarelawan pertama yang saya “serang” tiba-tiba
dengan pertanyaan tadi sejenak terlihat terkejut. Dengan sedikit
terbata-bata ia menyatakan diri tidak bisa berbahasa inggris dengan
lancar. Saya utarakan tak masalah dengan kendala itu. Beliau tersenyum
seraya berfikir keras. Tas punggung yang kebetulan saya gendong
menggunakan salah satu bahu , tiba-tiba tertarik mengarah gadis muda
tersebut. Aha, ternyata beliau menemukan cara paling mudah untuk
membantu saya. Ya. Beliau mengiring saya langsung menuju terminal bus
non express yang kebetulan berlokasi tepat di luar gedung di mana
sebelumnya kami bertemu, dengan cara menarik tas saya. Kini saya berada
tepat di depan loket penjualan tiket dengan salah satu nama jurusan yang
akan dituju sesuai dengan harapan saya: Seoul Bus Express Terminal.
Saya tunduk takzim seraya menerbitkan segaris senyum tanda terima kasih
kepada gadis usia sekolah menengah tersebut. Beliau berlalu dengan
meninggalkan senyum ramah sembari melambaikan tangan dan berujar “ba
bay”. Tak ada kesan rasis yang saya temukan dalam interaksi singkat kami
kala itu. Interaksi antara saya, orang indonesia yang tersesat dengan
penduduk lokal kota Cheonan, Korea selatan. berbeda dengan salah satu
video yang sedang marak digunakan teman-teman dunia maya tak kala mereka
membahas perkara rasis yang terjadi di Korea selatan, seperti berikut
ini.
***
Tak lebih dari 20 menit lagi bus yang saya
tumpangi akan sampai di Cheonan terminal. Ini adalah perjalan pertama
saya dari Seoul menuju Cheonan dengan menggunakan bus. Saya tak tahu
bagaimana cara menuju apartemen yang kebetulan berlokasi dekat dengan
kampus, Dankook University, dari bus terminal. Sembari bersiap untuk
meninggalkan bus, saya memberanikan diri bertanya kepada seorang pemuda
korea yang kebetulan menjadi teman sebangku saya dalam perjalan kali
ini. Obrolan terjadi. Beliau sedikit mengerti percakapan dalam berbahasa
inggris. singkat cerita, beliau menawarkan diri untuk pulang secara
bersama karena kebetulan beliau akan menuju lokasi yang sama dengan
lokasi di mana apartemen saya berada. Beliau ternyata belajar di
universitas yang sama dengan saya. Alhamdulillah. Pemuda tersebut telah
sangat membantu saya. sekali lagi, beliau warga asli korea dan saya
adalah mahasiswa asing yang tinggal di Kota cheonan seorang diri. Saya
merasa sudah diperlakukan dengan sangat baik oleh warga negara korea
selatan tersebut.
menanggapi isu yang sedang berkembang
seputar praktik rasis di korea selatan, saya hanya ingin mengutarakan
satu fakta . Video di atas sebenarnya adalah potongan video berikut:
Video ini ditujukan untuk mengetahui
presentasi seberapa banyak orang mau menolong orang lain ditengah
kesibukan mereka masing-masing. kebetulan variable pembeda yang
disematkan kepada orang yang membutuhkan pertolongan tersebut adalah
suku bangsa (ras). Video yang pertama adalah video yang belum selesai.
Video yang hanya menunjukan sikap antusian orang korea menolong bule dan
peristiwa dikacanginya turis asal indonesia. hanya itu, lalu selesai.
Sedangkan pada video yang utuh, di akhir video dapat dilihat bahwa
saudara Gunawan akhirnya memperoleh bantuan dari seorang wanita tua dan
bapak paruh baya. Tetap saja ada orang korea yang berbaik hati untuk
membantunya bukan?. Ya. meskipun terlihat sangat berbeda perlakuannya.
tapi tetap saja saya merasa hal itu belum menjadi syarat yang cukup
untuk menyipulkan jikalau orang korea itu secara umum sesuai dengan
cerita versi tua yang saya sampaikan dipendahuluan tulisan ini.
Mari melihat pada diri kita. Belajar dari
video yang disalah artikan ini, kita dapat mengambil hikmah sebagai
sebuah renungan. Secara tidak sadar mungkin sesekali kita juga suka
memilih-milih dalam membantu orang lain. Tak hanya orang korea yang
bertindak demikian, kita pun mungkin acap kali melalukan tindakan yang
sama. Merujuk dari pengalaman saya, bisa dikatakan jarang sekali saya
medapatkan perlakuan yang ditunjukkan dalam potongan video di atas.
sebaliknya, saya lebih banyak memperoleh kebaikan orang korea berkenaan
dengan urusan bertanya mana kala kita sedang tersesat ini. mungkin ada
saja orang yang mengalami hal yang serupa dengan saudara gunawan dalam
potongan video, dan mungkin juga tidak hanya terjadi dengan latar Korea
selatan, bisa jadi hal itu terjadi dengan latar negara lain selain
korea. Ini berarti semua perlakuan yang ditunjukan di dalam potongan
video tersebut bisa terjadi pada siap dan di mana saja. Namun yakinlah,
masih banyak orang baik di atas dunia ini. dan kebaikan itu akan
ditemukan oleh mereka yang senantiasa ingin terus melakukan kebaikan.
semoga kita masuk kedalam dalam golongan
orang-orang yang terus ingin melakukan kebaikan. InysaAllah, dengan
begitu, dimanapun kita berada kita akan menemukan kebaikan yang serupa
atau bahkan lebih baik dengan izin Allah yang merupakan sumber kebaikan
itu sendiri. waulahu’alam.
ya samalah di indo juga orang2nya msh pada rasis sama etnis tertentu kan? jadi ya coba dirasain bagaimana rasanya dirasisin...enak gak? gak kan...
BalasHapusSebelumnya saya memiliki pacar seorang pria Korea. Awalnya berjalan dengan sangat lancar, dia bersikap sangat baik dan menghargai saya dengan tidak pernah membicarakan masalah perbedaan ras dan agama. Namun hubungan kami terpaksa dihentikan karena orangtua dia yang tidak setuju karena saya orang Indonesia dan seorang muslim.
BalasHapussangat menarik mendengar penjelasan rasisme di Korea Selatan serta pengalaman pribadi Anda. Saya tertarik untuk mempelajari kebudayaan dan kepribadian bangsa Korea Selatan, dan ingin menunjukkan pada mereka bahwa bangsa kita tidaklah lebih buruk dari bangsa mereka
Saya sudah pernah pergi ke korea selatan, saya punya pacar jg disana.. artikel diatas hanya kita lihat dari sudut pandang penulis saja [-( saya rasa terlalu rumit mengatakan org korea ini dan itu.. saya secara fakta juga pernah kesana dan ada yang sangat super ramah dan sombong sekali.. sama di indonesia juga ada yg reseh ada yang ramah.. jadi artikel ini sangat menyudutkan kepribadian orang korea selatan.. untuk komentar dhi, apa yang ingin anda tunjukkan? indonesia krisis moral, sopan santun dan antar agama.. sadar diri dan NGACA sebelum mempunyai keinginan untuk merubah orang lain
BalasHapustop buat penulis'!
BalasHapusmungkin yg baca dan belum kebuka mata ny jarang baca soal rasis ny korea'. :D